RISALAH DAN KENABIAN
RISALAH
DAN KENABIAN
Dosen
Pembimbing :
Dr.
Irsyadunnas, S.Ag., M.Ag.
Disusun
oleh
:
Anatansyah
Ayomi Anandari
17106010029
PROGRAM
STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
Kenabian
adalah keutamaan Tuhan dan pemberian Tuhan, Allah memilih kepada hamba-hamba-Nya
yang dikehendaki-Nya, Dia mengkhususkan kepada orang-orang yang diingini-Nya,
dan kenabian tidak akan bisa diperoleh dengan jalan kesungguhan dan kepayahan,
juga tidak bisa diperoleh dengan jalan memperbanyak beribadah dan memperbanyak
ketaatan, hanyalah kenabian itu kemuliaan murni dari Allah, sebagaimana firman-Nya:
“Orang-orang kafir dari
kalangan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya
sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang
dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai
karunia yang besar.” (Q.S Al-Baqarah: 105)
Dan kenabian itu tidak dengan jalan mewaris, juga
tidak dengan rebutan ketinggian kedudukan, bahwasanya kenabian itu adalah “pilihan” Allah terhadap makhluk-Nya yang
paling utama, hamba pilihan-Nya, Allah memilih mereka untuk membawa risalah,
membawa pekerjaan yang luhur.
Rasul yang paling mulia, dia adalah pilihan para
makhluk, pungkasan para nabi, tuan kami dan penolong Kami Muhammad Saw., dia
adalah terakhirnya para nabi. Sebagaimana Al-Qur’an yang agung telah mengakhiri
kitab-kitab samawi, Al-Qur’an yang paling mulia, paling utama di antara
kitab-kitab samawi, maka Allah mengakhiri kenabian dengan Muhammad Saw.
sebagaimana Al-Qur’an mengakhiri wahyu, dia adalah terakhirnya keharuman,
pendamai perjanjian.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PROSES
KENABIAN
Ketika menginjak umur empat puluh tahun,
Muhammad Saw. lebih banyak melakukan tahannuts daripada waktu-waktu sebelumnya.
Pada bulan Ramadhan dibawanya perbekalan lebih banyak dari biasanya, karena
akan bertahannuts lebih lama daripada waktu-waktu sebelumnya. Dalam melakukan
tahannuts beliau kadang-kadang bermimpi, mimpi yang benar (‘Arru’ yaa
ashshadiqah).
Pada malam 17 Ramadhan, bertepatan
dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, di waktu Muhammad Saw. sedang bertahannuts
di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril as. membawa tulisan dan menyuruh
Muhammad
Saw.
membacanya, katanya “Bacalah!”. Dengan terperanjat Nabi Muhammad Saw. menjawab,
“Aku tidak dapat membaca.” Beliau lalu direngkuh beberapa kali oleh Malaikat
Jibril as. sehingga nafasnya sesak. Lalu dilepaskan olehnya seraya disuruhnya
membaca sekali lagi, “Bacalah!”. Tetapi Muhammad Saw. masih tetap menjawab,
“Aku tidak dapat membaca.” Begitulah keadaan berulang kali sampai tiga kali,
dan akhirnya Muhammad Saw. berkata, “Apa yang kubaca”. Kata Jibril,
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu
teramat mulia. Yang mengajarkan dengan pena(tulis baca). Mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq:1-5).
Inilah wahyu yang pertama diturunkan
oleh Allah Swt. Kepada Nabi Muhammad Saw. Dan inilah pula saat penobatan beliau
sebagai Rasulullah atau utusan Allah kepada seluruh umat manusia, untuk
menyampaikan risalah-Nya.
Pada saat menerima pengangkatan menjadi
rasul ini, umur beliau mencapai 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun bulan
(qamariyah) atau tahun 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut tahun matahari
(syamsiyah).
Setelah menerima wahyu itu beliau terus
pulang ke rumah dalam keadaan gemetar, sehingga minta diselimuti oleh
istrinnya, Siti Khadijah, istri yang patuh dan setia itu segera menyelimutinya.
Setelah agak reda cemasnya, maka diceritakannya kepada istrinya segala yang
terjadi atas dirinya dengan perasaan cemas dan khawatir. Tetapi istri yang
bijaksana itu sedikit pun tidak memperlihatkan kekhawatiran dan kecemasan
hatinya bahkan dengan khidmad ia menatap muka suaminya, seraya berkata,
“Bergembiralah hai anak pamanku, tetapkanlah hatimu, demi Tuhan yang jiwa
Khadijah di dalam tangan-Nya, saya harap engkaulah yang akan menjadi Nabi bagi
umat kita ini. Allah tidak akan mengecewakan engkau; bukankah engkau yang
senantiasa berkata benar yang selalu memperhubungkan tali silaturrahim,
bukankah engkau yang senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tetamu dan
menolong setiap orang yang ditimpa kemalangan dan kesengsaraan?” Demikianlah
Siti Khadijah menenteramkan hati suaminya.
Karena terlampau payah setelah mengalami
peristiwa besar yang baru saja terjadi itu, maka beliaupun tertidur. Sementara
itu Siti Khadijah pergi ke rumah anak pamannya Waraqah bin Naufal, seorang yang
tidak menyembah berhala, telah lama memeluk agama Nasrani dan dapat menulis
bahasa Ibrani, telah mempelajari serta menyalin ke bahasa Arab isi kitab Injil
dan Taurat, usianya sudah lanjut dan matanya sudah buta, lalu diceritakannya
oleh Siti Khadijah, apa yang terjadi atas diri suamiya.
Demi
didengarnya cerita Siti Khadijah itu lalu ia berkata, “Qudus, Qudus,
demi Tuhan yang jiwa Waraqah di dalam tangan-Nya, jika engkau membenarkan aku,
ya Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Muhammad Saw.) dia
sesungguhnya akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Dan katakanlah kepadanya
hendaklah ia tetap tenang”.
Siti Khadijah kembali ke rumahnya, lalu
diceritakannya apa-apa yang dikatakan oleh Waraqah bin Naufal kepada Rasulullah
dengan kata-kata yang lemah lembut, yang cukup untuk menghilangkan kecemasan
dan kekhawatiran Rasulullah.
Di dalam kitab-kitab tarih diriwayatkan,
bahwa setelah badan Nabi Muhammad Saw. kelihatan telah segar seperti sediakala,
suaranya sudah berangsur terang, maka Khadijah mengajak Nabi untuk segera pergi
menemui Waraqah bin Naufal di rumahnya, dengan maksud hendak bertanya lebih
lanjut secara langsung kepadanya tentang peristiwa yang menimpa diri Nabi yang
terjadi dalam gua Hira itu.
Sesampainya Nabi bersama Siti Khadijah
di rumah Waraqah, lalu satu sama lain menyampaikan penghormatannya. Kemudian
Waraqah menanyakan maksud kedatangan Nabi berdua dengan Khadijah. Setelah
Khadijah memperkenalkan Nabi kepada Waraqah, lalu Nabi menceritakan apa-apa
yang baru dialaminya. Kemudian Waraqah berkata, “Qudus, Qudus! Hai (Muhammad)
anak saudaraku, itu adalah rahasia yang paling besar yang pernah diturunkan
Allah kepada Nabi Musa as. wahai kiranya aku dapat menjadi muda dan kuat,
semoga aku masih hidup, dapat melihat, ketika engkau dikeluarkan (diusir)
kaummu”.
Nabi setelah mendengarkan perkataan
Waraqah yang demikian itu, lalu beliau bertanya, “Apakah mereka (kaumku) akan
mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya, semua orang yang datang membawa seperti
apa yang engkau bawa ini, mereka tetap dimusuhi. Jika aku masih menjumpai hari
dan waktu engkau dimusuhi itu, aku akan menolong engkau dengan sekuat-kuat
tanganku”.
Dengan keterangan Waraqah itu, Nabi pun
merasa mendapat keterangan dan penjelasan yang jelas tentang peristiwa yang
baru dialaminya itu. Juga Siti Khadijah memegang teguh akan
keterangan-keterangan Waraqah itu, dan memang itulah yang dinanti-nantikan
selama ini, berita gembira tentang keangkatan suaminya menjadi Rasul.
Muhammad Saw. mengakhiri rasul Allah
semuanya, Allah mengakhiri kenabian dan risalah dengan Muhammad Saw.
sebagaimana Allah mengakhiiri kitab-kitab samawi denga Al-Qur’an, maka dialah
keharuman terakhir, dia adalah tuan anak Adam dan kehormatan mereka di dunia
dan akhirat:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang
laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.
Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
B.
SUNNAH
NABAWIYAH
Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa
yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh
manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang
mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun,” (HR Ibnu
Majah: 209).
Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari
berkata, “Orang muslim yang paling utama adalah orang yang menghidupkan
sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan
(manusia), maka bersabarlah wahai para pencinta sunnah (Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam), karena sesungguhnya kalian adalah orang yang paling sedikit
jumlahnya (di kalangan manusia).”
Sunnah
harian Rasulullah meliputi:
1.
Shalat tahajjud
Dalam rangkai sahabat Ali Bin Thalib
menyatakan bahwa, salah satu dari obatnya hati adalah shalat malam dan tahajud.
Dan Allah S.W.T berfirman : “Dan pada sebagian malam hari bertahajudlah kamu
sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhan-Mu mengangkat kamu ke
tempat yang terpuji,” (Al-Israa’:79)
2.
Membaca Al-Quran dengan Terjemahannya
Al Qur’an merupakan pedoman muslim untuk hidup dan menjalani kehidupan.
Maka membaca atau tadarus Al-Quran itu penting sekali, kita tidak hanya disuruh
membaca, tetapi juga memahami dan menghayati artinya serta dilanjutkan dengan
mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya.
3.
Memakmurkan masjid/shalat subuh di masjid
Masjid adalah sebuah tempat suci bagi orang-orang yang senantiasa
mensucikan dirinya secara lahir maupun batin. Masjid juga sebagai tempat
tinggal landas bagi mi’rajnya orang-orang beriman. Dalam artian ini, masjid
sebagai tempat menginternalisasikan nilai-nilai Ilahiyah ke dalam dirinya
sebagai modal utama dalam kehidupan, baik secara individu, dalam lingkup rumah
tangga, masyarakat dan bangsa bahkan dalam lingkup dunia global.
4.
Shalat Dhuha
Shalat dhuha adalah ibadah sunnah yang senantiasa
dilakukan Rasullah Saw. Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedakah setiap harinya
mulai matahari terbit. Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang
(yang berselisih) adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya
atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata
yang baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk
menunaikan shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari
jalan adalah shadaqah,” (HR. Bukhari dan Muslim). Orang-orang salafush-shaleh pernah
bilang “Jika kalian menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak, maka
lakukan shalat dhuha.”
5.
Bersedekah
Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan
malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari.
Seorang sudah bisa disebut mukmin yang sebenarnya, jika sudah bersedekah.
Bersedekah merupakan tolok ukur dan ciri dari orang-orang
yang beriman, shaleh dan bertakwa.
6.
Menjaga wudhu terus menerus karena Allah
menyayangi hamba yang berwudhu
Kalau kita selalu berwudhu insya Allah akan selamat
dari ikatan dan kegenitan dunia dan terjaga dari hal-hal yang kotor (kotoran
yang bersifat maupun ruhani). Selanjutnya kita terjaga dari hal-hal yang tidak
bermanfaat dan dari perbuatan-perbuatan dosa dan tercela. Karena wudhu
merupakan proses pembersihan badan kita secara silmutan dilanjutkan dalam
rangka untuk pembersihan fitrah dan hati atau rohani kita. Kata
khalifah Ali bin Abu Thalib, “Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan
merasa selalu solat walau ia sedang tidak shalat, dan dijaga oleh malaikat dengan
dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia, ya Allah.”
7.
Amalkan istighfar setiap saat
Dengan istighfar masalah yang terjadi karena dosa kita
akan dijauhkan oleh Allah. Istighfar setiap saat dan dalam segala aktivitas
apapun diperintahkan beristiqfar. Ketika kita mau tidur, mau makan dalam
melakukan suatu pekerjaan, di jalan, di mobil dan di manapun hendaknya selalu
dalam keadaan beristighfar. Orang yang kuat istighfarnya, maka insting dan
kecenderungan rahmatnya (berguna dan bisa membahagiakan orang lain atau bahkan
makhluk lain) sangat kuat sekali. Ia pun juga menjadi penuh dengan
keutamaan-utamaan, doanya mustajab dan firasatnya tajam (mampu berpikir positif
dan menerawang ke depan/berpikir visioner).
Bila kita mampu menjaga dan melakukan
tujuh sunnah Rasullullah SAW” ini, maka Insya Allah akan muncul sifat-sifat
terpuji. Bicaranya dakwah, diamnya zikir, nafasnya tasbih, matanya memancar
cahaya rahmat.
C.
WASIAT
RASULULLAH SAW.
Kata “Wasiat” berasal dari bahasa Arab,
washa-yashi-washyan-washiyyatan, yang secara etimologi berarti pesan, nasehat
atau perintah. Sedangkan arti wasiat Rasulullah secara terminologi berarti
pesan, nasehat dan perintah Rasulullah saw kepada umatnya, yang harus ditaati
dan dijalankan, baik ketika Rasul masih hidup maupun setelah meninggal dunia.
Tentu, wasiat ini harus dijaga dan dilestarikan,
khususnya oleh mereka yang mengaku dirinya sebagai umat Nabi Muhammad saw.
Jangan sampai ada orang yang mengaku diri sebagai umatnya, tapi mereka cuek dan
tidak peduli terhadap isi dan kandungan wasiatnya. Tujuh
wasiat Rasulullah kepada Abu Dzarr. Beliau adalah Abu Dzarr Jundub bin Junadah
bin Sakan al-Ghifari. Beliau termasuk seorang sahabat yang pertama kali masuk
Islam dan termasuk sahabat Nabi yang paling baik. Beliau adalah seorang pemuka
dalam hal zuhud, kejujuran, ilmu dan amal, berani mengatakan kebenaran, tidak
takut celaan para pencela dalam berdakwah di jalan Allah Ta’ala. Wasiat yang
Rasulullah tujukan kepada Abu Dzarr ini pada hakikatnya adalah wasiat untuk
umat Islam secara umum.
1. Mencintai
Orang-orang Miskin dan Dekat dengan Mereka
Orang-orang miskin yang
dimaksud adalah mereka yang hidupnya tidak berkecukupan, tidak punya kepandaian
untuk mencukupi kebutuhannya, dan yang paling baik di antara mereka adalah
orang yang tidak mau meminta-minta kepada manusia.
Selaku umat Islam kita
diperintahkan untuk dekat dengan orang-orang miskin dan dilarang menyombongkan
diri terhadp mereka karena perbuatan sombong adalah haram. Islam menganjurkan
umatnya berlaku tawadhu’ terhadap orang-orang miskin, duduk bersama mereka,
menolong mereka, serta bersabar bersama mereka.
Mencintai orang-orang
miskin dan dekat dengan mereka, yaitu dengan membantu dan menolong mereka bukan
sekadar dekat dengan mereka. Apa yang ada pada kita, kita berikan kepada mereka
karena kita akan diberikan kemudahan oleh Allah Ta’ala dalam setiap urusan,
dihilangkan kesusahan pada hari kiamat, dan memperoleh ganjaran yang besar. Selain
itu, dengan menolong orang-orang miskin dan lemah kita akan memperoleh rizki
dan pertolongan dari Allah.
2. Melihat
kepada Orang yang Lebih Rendah Kedudukannya dalam Hal Materi dan Penghidupan
Rasulullah
memerintahkan kita agar melihat orang yang berada di bawah kita dalam masalah
kehidupan dunia dan mata pencaharian. Tujuan dari hal itu agar kita tetap
mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.
Nabi melarang seorang
muslim melihat kepada orang yang di atas, maksudnya jangan melihat kepada orang
kaya, banyak harta, kedudukan, jabatan, gaji yang tinggi, kendaraan yang mewah,
rumah mewah, dan lainnya. Dalam kehidupan dunia terkadang kita melihat kepada
orang-orang yang berada di atas kita. Hal ini merpakan kesalahan yang fatal.
Dalam masalah tempat
tinggal, misalnya, terkadang seseorang hidup bersama keluarganya dengan
‘mengontrak rumah’, maka dengan keadaannya ini hendaklah ia bersyukur karena
masih ada orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidur beratapkan
langit. Begitu pun dalam masalah penghasilan, terkadang seseorang hanya
mendapat nafkah yang hanya cukup untuk akan hari yang sedang dijalaninya saja,
maka dalam keadaan ini pun ia harus tetap bersyukur karena masih ada
orang-orang yang tidak memiliki penghasilan dan ada orang yang hanya hidup dari
menggantungkan harapannya kepada orang lain. Sedangkan dalam masalah agama,
ketaatan, mendekatkan diri kepada Allah, meraih pahala dan surga, maka sudah
seharusnya kita melihat kepada orang yang berada di atas kita, yaitu para Nabi,
orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang yang shalih. Apabila para
Salafush Shalih sangat bersemangat dalam melakukan shalat, puasa, sedekah,
membaca Al Qur’an, menutut ilmu, melakukan amal shalih, dan perbuatan baik
lainnya, maka kita pun harus berusaha melakukan-melakukannya seperti mereka.
Dan inilah yang dinamakan fastabiqul khairaat (berlomba-lomba dalam meraih
kebaikan).
Rasulullah
memerintahkan kita melihat kepada orang yang berada di bawah kita dalam masalah
dunia agar kita menjadi orang-orang yang bersyukur dan qana’ah, yaitu mereka
cukup dan puas dengan apa yang Allah telah karuniakan kepada kita, tidak hasad
(dengki) dan tidak iri kepada manusia. Karena kekayaan yang paling baik adalah
kekayaan hati. Hendaklah kita mengetahui bahwa kehidupan yang kita jalani
hanyalah untuk mengabdikan diri kepada Allah semata, yatu mentauhidkan-Nya dan
hanya beribadah kepada-Nya.
3. Menyambung
Silaturrahim Meskipun Karib Kerabat Berlaku Kasar
Silaturrahim adalah
ungkapan mengenai perbuatan baik kepada karib kerabat karena hubungan senasab
atau karena perkawinan, berlemah lembut kepada mereka, menyayangi mereka,
memperhatikan keadaan mereka. Demikian juga kita harus berbuat baik kepada
mereka meskipun mereka jauh atau mereka berbuat jahat (kepada kita). Sedangkan
yang dimaksud dengan memutus silaturrahim adaalah lawan dari hal itu semua.
Menyambung silaturrahim
dan berbuat baik kepada orang tua adalah wajib berdasarkan dalil-dalil dari Al
Qur’an dan As Sunnah. Sebaliknya memutus silaturrahim dan durhaka kepada kepada
orang tua dalah haram dan termasuk dosa besar. Rasulullah mengaitkan antara
menyambung silaturrahim dengan keimanan terhadap Allah dan hari akhir.
Dengan bersilaturrahim
Allah akan melapangkan rizki dan memanjangkan umur kita. Sebaliknya, orang yang
memutuskan silaturrahim Allah akan sempitkan rizkinya atau tidak diberikan
keberkahanpada hartanya.
Silaturrahim yang
paling utama adalah silaturrahim kepada kedua orang tua. Orang tua adalah
kerabat yang paling dekat, yang memiliki jasa yang sangat besar, mereka
memberikan kasih dan sayangnya sepanjang hidup mereka. Maka tidak aneh jika
hak-hak mereka memiliki tingkat yang besar setelah beribadah kepada Allah.
4. Memperbanyak
Ucapan: ‘Laa Haula walaa Quwwata illlaa billaah’ (Tidak Ada Daya dan Upaya
kecuali dengan Pertolongan Allah)
Mengapa Rasulullah
menyebutkan kalimat: Laa haula walaa quwwata illaa billaah? Jawabannya karena
kalimat tersebut adalah salah satu perbendaharaan dari
perbendaharaan-perbendaharaan Surga.
Sesungguhnya ucapan laa
haula walaa quwwata illa billaah, selain mempunyai fadhilah (keutamaan) yang
banyak, kalimat ini juga mempunyai makna yang dalam, yaitu melepaskan diri kita
dari segala apa yang kita merasa mampu untuk melakukannya dan kita serahkan
semua urusan kepada Allah. Sesungguhnya yang dapat menolong dalam semua
aktivitas kita hanyalah Allah Ta’ala, dan ini adalah makna ucapan kita setiap
kali melakukan shalat.
5. Berani
Mengatakan Kebenaran Meskipun Pahit
Sesungguhnya mengatakan
kebenaran itu tidak disukai oleh hati atau jiwa yang sakit, seperti menelan
obat yang pahit. Hati yang sakit tidak suka diperintah yang ma’ruf atau
dicegah/dilarang dari perbuatan munkar, tidak suka juga kepada keadilan dan
kebenaran.
Jihad yang paling utama
adalah mengatakan kalimat yang haq (kebenaran) kepada penguasa yang zhalim.
Dalam menyampaikan kebenaran, seseorang harus memperhatikan ketentuan berikut:
a) Ikhlas
karena mengharap wajah Allah semata
b) Menyampaikan
kebenaran tersebut dengan dasar ilmu
c) Lemah
lembut
d) Sabar
6. Tidak
Takut Celaan Para Pencela dalam Berdakwah di Jalan Allah
Dalam berdakwah di
jalan Allah Ta’ala banyak orang yang menolak, mencela, dan lainnya. Hati yang
sakit pada umumnya menolak kebenaran yang disampaikan. Ketika kebenaran itu
kita sampaikan dan mereka mencela, maka kita diperintahkan untuk terus
menyampaikan dakwah yang haq dengan ilmu, lemah lembut, dan sabar.
Di antara akhlak yang
mulia adalah berani dalam menyampaikan kebenaran dan ini merupakan akhlak
Salafus Shalih. Islam mencela sifat penakut. Hal ini dapat tercermin dari
perintah untuk maju ke medan perang dan tidak boleh munndur pada saat telah
berhadapan dengan musuh. Di samping itu Rasulullah berlindung kepada Allah dari
sifat pengecut.
7. Tidak
Meminta-minta Sesuatu kepada Orang Lain
Orang yang dicintai
Allah, Rasul-Nya, dan manusia adalah orang yang tidak meminta-minta kepada
orang lain dan zuhud terhadap apa yang dimiliki orang lain. Rasulullah menyuruh
umatnya agar tidak meminta-minta kepada manusia karena meminta-minta hukum
asalnya adalah haram. Seorang muslim harus berusaha makan dengan hasil
keringatnya sendiri, dengan usaha sendiri dan bukan dari usaha dan belas
kasihan orang lain. Seorang muslim harus berusaha sendiri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya karena Allah yang akan menolongnya.
Diriwayatkan dari
Sahabat Qabishah bin Mukhariq al-Hilali, ia berkata, “Rasulullah bersabda,
“Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak dihalalkan kecuali bagi
salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang (karena
mendamaikan dua kelompok yang sedang berseteru), ia boleh meminta-minta sampai
ia melunasinya, kemudian ia berhenti (tidak minta-minta lagi), (2) seseorang
yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai
ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan
hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si Fulan
telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai ia mendapat
sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk tiga hal itu, wahai Qabishah, adalah
haram dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.”
Jadi, minta-minta
hukumnya haram kecuali tiga golongan yang disebut dalam hadits tersebut. Orang yang
mulia adalah orang yang tidak meminta-minta kepada manusia. Bahkan orang yang
selalu meminta-minta kelak pada hari kiamat tidak ada daging sedikitpun pada
wajahnya, sebagaimana ia tidak malu untuk meminta-minta kepada manusia di
dunia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Rasul yang paling mulia, dia adalah
pilihan para makhluk, pungkasan para nabi, tuan kami dan penolong Kami Muhammad
Saw., dia adalah terakhirnya para nabi. Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul
pada usia 40 tahun saat menerima wahyu pertama yaitu Q.S Al Alaq ayat 1-5 di
Gua Hira pada bulan ramadhan melalui Malaikat Jibril.
Sebagai seorang muslim
yang paling utama adalah menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah Saw. seperti
sunnah harian yang meliputi: shalat tahajjud, membaca Al-Quran dengan terjemahannya,
memakmurkan masjid/shalat subuh di masjid, Shalat dhuha, bersedekah,
menjaga wudhu terus menerus karena Allah menyayangi hamba yang berwudhu, dan
mengamalkan istighfar setiap saat. Bila kita mampu menjaga dan melakukan tujuh
sunnah Rasullullah SAW” ini, maka Insya Allah akan muncul sifat-sifat terpuji.
Bicaranya dakwah, diamnya zikir, nafasnya tasbih, matanya memancar cahaya
rahmat.
Dan juga terdapat Tujuh
wasiat Rasulullah kepada Abu Dzarr. Wasiat yang Rasulullah tujukan kepada Abu
Dzarr ini pada hakikatnya adalah wasiat untuk umat Islam secara umum. Seperti
yang disebut berikut ini: mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka,
melihat kepada orang yang lebih rendah kedudukannya dalam hal materi dan penghidupan,
menyambung silaturrahim meskipun karib kerabat berlaku kasar, memperbanyak ucapan:
‘Laa Haula walaa Quwwata illlaa billaah’ (tidak ada daya dan upaya kecuali
dengan pertolongan Allah), berani mengatakan kebenaran meskipun pahit, tidak
takut celaan para pencela dalam berdakwah di jalan Allah, dan tidak
meminta-minta sesuatu kepada orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Hawwa, Said. 2003. Ar-Rasul Shallallaah ‘Alaihi Wa Sallam. Jakarta: Gema Insani Press
·
Al-Kulaib, Abdul Malik Ali. 1992. Nubuwwah (Tanda-Tanda Kenabian).
Jakarta: Gema Insani Press
·
Maun, Arifin Jamian (Penterjemah). 1993.
Terjemahan Kenabian dan Para Nabi.
Surabaya: PT Bina Ilmu
·
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. 2016. 7 Wasiat Nabi Kepada Abu Dzarr. Bogor:
Pustaka At-Taqwa
·
Al-Qahthany, Said bin Ali bin Muhammad.
2000. Pesan-Pesan Rasulullah Menjelang
Wafat. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Komentar
Posting Komentar